Jumat, 15 November 2013



PEMBAHARUAN DI MESIR
STUDI KASUS TERHADAP MUH. ALI PASHA & RIFA’AH
AL TAHTAWI

Description: STAIN_Warna










Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah: PPMDI
Dosen Pengampu: Arsam, M.S.I



Oleh:
Zian Febrian
102331135
5 PAI 3


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PURWOKERTO
2012
BAB 1
PENDAHULUAN

Seperti yang kita ketahui sekarang ini, bahwasannya bangsa Barat maju dalam berbagai bidang. Dan itu semua karena mereka tahu bagaimana cara meningkatkan mutu dan kekuatan Islam.Yakni dengan adanya pembaharuan-pembaharuan, baik dari segi pemikiran ataupun dari segi tatanan pemerintahannya.
Pembaharuan dalam Islam timbul dalam masa periode sejarah Islam yang disebut Modern dan mempunyai tujuan untuk membawa umat Islam pada suatu kemajuan. Periode Modern dimulai pada tahun 1800 M hingga sekarang. Periode ini adalah zaman pengupayaan kebangkitan umat Islam dari kemunduran berpikir, berbudaya nilai-nilai. Atas dikuasainya Mesir oleh Perancis membuat umat Islam sadar bahwa selama ini mereka telah mengalami kelemahan dan kemunduran.
Yakni, pada abad 18 (abad kegelapan) sejarah Islam inilah terjadi  banyak perpecahan yang terjadi dalam pemerintahan serta kemerosotan secara umum di dunia Islam. Salah satunya adalah Mesir. Yang mana merupakan tempat para pejuang  Islam merapatkan barisan dalam mengejar ketertinggalan dan membendung  berbagai pengaruh hitam. Dan disinilah banyak tokoh pembaharu yang terlahir yang sampai saat ini pengaruhnya masih berbekas khususnya di dunia Islam.
Oleh karenanya, untuk mengetahui bagaimana keadaaan dan pembaharuan apa saja yang dilakukan oleh  para tokoh pemikir modern dalam Islam dalam usaha  memajukan Negaranya, maka dalam makalah ini akan sedikit dibahas mengenainya. Yakni Pembaharuan yang dilakukan oleh Muh Ali Pasha dan Rifa’ah Al Tahtawi di Mesir.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dana dapat menambah khasanah keilmuan kita, Amin.



  

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Muhammad Ali Pasha
a.      Biografi Muh. Ali Pasha
Muh Ali Pasha lahir di Kawallah, Yunani, pada tahun 1763. Beliau seorang keturunan Turki dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. Pasha, adalah istilah Turki sebagai gelar atau jabatan tinggi militer & sipil. Ia tetap digunakan di negara-negara Arab dengan pengertian sebuah otoritas sipil, seperti gelar penguasa regional.[1]
 Kehidupan masa kecilnya dihabiskan untuk membantu orang tuanya, dan tidak sempat mengenyam pendidikan. Pada usia dewasa ia bekerja sebagai pemungut pajak & juga pedagang tembakau. Dan karena keberhasilannya, ia kemudian diangkat sebagai menantu oleh salah seorang gubernur Ustmani. Selanjutnya ia masuk dinas militer  dan karirnya terus naik. Ketika pengiriman pasukan ke Mesir, diangkat sebagai wakil perwira yang mengepalai keberanian yang luar biasa dan segera diangkat menjadi kolonel. Ketika tentara Mesir ke luar dari Mesir pada tahun 1801, Muhammad Ali turut memerankan peranan penting dalam kekosongan politik akibat hengkangnya tentara Perancis.  
  Beliau diberikan kepercayaan sebagai pemimpin militer pada Era Turki Utsmani dan menjadi seorang pemimpin tersohor kebanggan negara Mesir, terutama dalam merevolusi negara tersebut menjadi sebuah negara industri dan modern. Bahkan orang Mesir sendiri mengenalnya sebagai seorang pahlawan. Walaupun tidak dilahirkan di Mesir dan tidak berbahasa Arab, namun keinginannya untuk membangun dan meningkatkan sumber penghasilan ekonomi bagi negara Mesir sangat besar. Inisiatif, visi dan semangat yang dimilikinya tak mampu menandingi pahlawan-pahlawan yang sezaman dengannya.

b.      Pembaharuan Muh. Ali
1)      Bidang Militer, yakni seperti mengundang para ahli militer Barat. Salah satu diantaranya seorang perwira Perancis, Seve Kolonel, untuk melatih angkatan bersenjata Mesir dan juga mengirim misi ke luar negeri (Eropa) guna mempelajari ilmu kemiliteran.
2)      Bidang Pendidikan, yakni seperti: dibentuknya Kementrian Pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan untuk pertama kalinya di Mesir, dibuka sekolah militer (1815), sekolah teknik (1816), sekolah ketabiban (1836), sekolah apoteker (1829), sekolah pertambangan (1834), sekolah pertanian (1836) dan sekolah penerjemahan (1836), selain itu juga mengirimkan siswa-siswa untuk belajar ke Itali, Perancis, Inggris, dan Austria antara tahun 1823-1844 ada sebanyak 311 pelajar yang dikirim ke Eropa.[2]
3)      Bidang ekonomi, yakni seperti: dampak perkembangan ekspor kapas ke negara Eropa, wisatawan asing juga turut menyumbangkan pendapatan bagi devisa negara.
4)      Bidang IPTEK, yakni seperti: siswa yang diutus mampu menguasai ilmu pengetahuan Barat, yang selanjutnya nanti mampu dikembangkan dan direalisasikan di Mesir.
5)      Bidang sosial, yakni seperti: mengubah pengaturan administrasi bagi penduduk desa dan kota dengan sistem yang lebih modern, Pembangunan prasarana masyarakat  umum mulia digalakkan, seperti pembangunan Rumah Sakit, sekaligus mendatangkan beberapa spesialis untuk menangani problematika penduduk setempat.
Usaha terhebat lainnya adalah dengan terselesaikannya pembangunan sebuah terusan kuno yang menghubungkan antara Alexandria dengan sungai Nil. Upaya tersebut diawali dengan penggalian yang mengerahkan kurang lebih 100.000 petani Mesir. Dari hasil tersebut meningkat pulalah pusat irigasi tahun 1813-1830 hingga 18 %, yang sebelumnya proyek irigasi inisangat lemah dan kurang menguntungkan terlebih ketika awal kepemimpinan.[3]
Gerakan pembaharuan yang dibawanya telah memperkenalkan ilmu pengetahuan dan teknologi Barat kepada umat Islam, dan sampai pada suatu waktu dapat menyingkap awan hitam yang menyelimuti pola pikir dan sikap keagamaan, yang sekaligus menjadi awal kelahiran para tokoh muslim.
 Muhammad Ali sangat yakin bahwa satu-satunya jalan bagi kebangkitan umat adalah meniru peradaban modern yang menjadi panutan peradaban dunia. Kaum Muslim tidak dapat diharapkan kecuali jika mereka mengambil pemikiran masyarakat Barat yang dinamis dan tidak statis.

2.      Rifa’ah Al Tahtawi
a.      Biografi
Nama lengkap beliau adalah Rafa’ah Bey Badawi Al Tahtawi, lahir di kota Tahta (dataran tinggi Mesir) pada masa pemerintahan Muhammad Ali, yaitu pada tahun 1802 M. Orang tuanya dari kaum bangsawan, tetapi sedikit pengalaman. Namun keluarganya yang tradisi keagamaannya kuat itu menjadikan Al Tahtawi tekun mempelajari Al Qur’an sejak kecil. Ketika berumur 16 tahun, ia pergi ke Kairo untuk belajar di Al Azhar. Karena ketekunan dan ketajaman pikiran Al Tahtawi, gurunya (Syekh al Attar) selalu memberikan dorongan agar selalu menambah ilmu pengetahuan. Hingga akhirnya pada tahun 1824 M mendapat gelar “Master” pada Egyptian Army di Mesir, dan bahkan mengajar di Al Azhar selama 2 tahun, yang kemudian diangkat menjadi imam tentara di tahun yang sama, yang kemudian 2 tahun setelah itu dia dingkat menjadi imam mahasiswa-mahasiswa yang dikirim Muammad Ali ke Paris. Dan selama 5 tahun ia berada di sana dia turut pula belajar bahasa Perancis, hingga dapat menerjemahkan sejumlah 12 buku & risalah, diantaranya risalah tentang sejarah Alexander Macedonia, buku-buku mengenai pertambangan, ilmu bumi, akhlak dan adat istiadat berbagai bangsa, risalah tentang ilmu teknik, hak-hak manusia, kesehatan jasmani dan sebagainya. Hingga sampai-sampai karena tekadnya yang begitu kuat, sekembalinya dia dari Paris dia bermaksud untuk meng-Eropakan Mesir. Yang salah satunya dia mendirikan lembaga penerjemahan yang disebut sekolah Bahasa, menerjemahkan sekitar 20 buku berbahasa Perancis dan mengedit puluhan karya terjemahan lainnya. Sebagian besar buku-buku yang disupervisinya adalah buku-buku sejarah, filsafat, dan ilmu kemiliteran. Buku penting yang karya filsuf Prancis Montesque.Dan salah satu bukunya yang masih dapat dinikmati sampai saat ini , yakni yang berjudul Talkhish al-Ibriz fi Talkhish Bariz.[4]
b.      Pembaharuan Al Tahtawi
Ø  Bidang Pendidikan: Menemukan ide-ide mengenai pendidikan dalam buku yang ditulisnya, yakni pendidikan itu harus ada kaitannya dengan masalah-masalah masyarakat dan lingkungannya. Menurut beliau, ada 2 pokok yang dinilai penting yakni bahwa pendidikan harus bersifat universal dan emansipasi wanita. Selain itu, kemahirannya dalam Bahasa Arab dan Perancis menjadikannya mampu menerjemah beberapa pemikiran dan ilmu pengetahuan peradaban Perancis.[5]
Ø  Bidang ekonomi: mengajukan ekonomi, yang dalam hal ini bergantung pada pertaniannya.
Ø  Bidang kesejahteraan: kesejahteraan umat Islam harus diperoleh atas dasar melaksanakan ajaran agama, berbudi pekerti baik dan ekonomi yang maju.
Ø  Bidang pemerintahan: Mengetahui kemajuan Perancis dalam kebebasan beserta perangkat-perangkatnya, baik undang-undang, perwakilan (parlemen), dan hukum.



3.      Analisis
Pembaharuan yang telah dilakukan oleh kedua tokoh di atas adalah sama baiknya, yakni keduannya membawa dampak baik kemajuan peradaban suatu Negara. Yakni: Muhammmad Ali Pasha, yang melakukan pembaharuannya melalui berbagai bidang. Namun yang paling sentral adalah dalam bidang militer. Menurutnya, pembaharuan suatu negara adalah dilihat dari militernya. Ketika militernya baik maka akan menjadikan negara tersebut menjadi maju. Selain itu, Muh. Ali juga berpendapat, bahwasannya kekuasaan dapat dipertahankan hanya dengan dukungan militer yang kuat yang dibentuk melalui ekonomi dan pendidikan.
Kendatipun pembaharuannya terlihat seperti dalam hal kedunian saja, namun dengan terangkatnya kehidupan dunia umat Islam ini, menjadikan  terangkat pula keagamaanya, yang nantinya dengan begitu pembaharuan ini bisa menjadi penerus bangsa. 
Sementara itu, tidak jauh berbeda, Rifa’ah Al Tahtawi juga mengadakan pembaharuan. Yakni melalui bidang pendidikan. Seperti: dengan usaha-usaha yang beliau lakukan dan kembangkan adalah  menerjemah buku dan mendirikan sekolah-sekolah. Sehingga dapatlah diketahui bahwasannya, Al Tahtawi sangatlah menjunjung tinggi sekali pendidikan itu.










BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ø  Muh. Ali Pasha adalah seorang tokoh dari Kawalla, Mesir yang mengadakan pembaharuan bagi Negaranya, yang mana dengan pembaharuan yang beliau buat adalah menjadikan peradaban Negara maju dan jauh dari ketertinggalan zaman. Beliau mengadakan pembaharuan melalui berbagai bidang, yakni salah satunya yang paling menonjol adalah melalui militer. Beliau beranggapan bahwa kekuasaan hanya dapat dipertahankan melalui dukungan militer yang kuat.
Ø  Sementara itu, Rifa’ah Al Tahtawi, seorang tokoh Mesir mengadakan pembaharuan bagi Negaranya itu melalui Pendidikan. Beliau sangat menjunjung tinggi Pendidikan. Yang mana menurut Beliau, bahwa melalui Pendidikanlah, Negara itu akan dapat berkembang maju. Ini  terbukti dengan usaha-usahanya yakni pendirian sekolah-sekolah, dsb.











DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Husain Amin.1995. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya
Imarah, Muhammad. 2007. 45 Tokoh Pengukir Sejarah. Solo: Era Intermedia
Smith, Huston. 1996. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Pustaka Pelajar
Duniacemoro.wordpress.com/2012/07/24/gerakan-modernisme-mesir-m-ali-pasha-rafi-al-tahtawi



[1] Huston Smith, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Pustaka Pelajar), 1996, hal 310
[3] Duniacemoro.wordpress.com/2012/07/24/gerakan-modernisme-mesir-m-ali-pasha-rafi-al-tahtawi.
[4] Husain Amin Ahmad, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung: Remaja rosda karya), 1995, hal. 282
[5]  Muhammad ‘Imarah, 45 Tokoh Pengukir  Sejarah, (Solo: Era Intermedia), 2007,  hal. 183.

Sabtu, 02 November 2013


Seorang Kakek Tua dan Seorang Cucu
Kakek itu sudah sangat tua. Kakinya sudah tak mau lagi diajak berjalan, matanya tak mau melihat, telinganya tak mau mendengar, Ia sudah tak punya gigi. Jadi, bila makan makanan berjatuhan dari mulutnya.
Anaknya dan menantunya sudah tak mau menyiapkan tempat untuk kakek itu di meja makan. Mereka memberi Kakek itu santap malam dibelakang dapur. Suatu hari, mereka memberi makan malam kepada kakek itu dalam sebuah mangkok. Ketika Kakek tua tua itu ingin memindahkan mengkok tersebut, mangkok itu jatuh dan pecah. Sang Menantu perempuan menggerutu Kakek tua itu sudah sering menumpahkan apa saja di rumah dan memecahkan mangkok. Si menantu berkata bahwa sekarang ia akan memberinya makan malam dalam sebuah baskom yang biasa digunakan untuk mencuci piring. Kakek tua itu hanya mengeluh dan tidak berkata apa-apa.
Suatu hari, ketika suami istri itu ada di rumah, mereka mengamti anak laki-laki mereka yang masih kecil beramain di lantai dengan beberapa bilah papan kayu : ia sedang membuat sesuatu. Ayahnya bertanya : “ Apa yang sedang Kamu lakukan?” Dan Misha berkata “Ayah sayang, aku sedang membuat baskom pencuci piring. Jadi bila Ayah dan Ibu sudah tua, Ayah dan Ibu bisa makan dari tempat ini.”
Suami Istri itu saling berpandangan dan menangis. Mereka sangat malu karena melukai hati si Kakek tua, dan sejak saat itu Mereka mempersilakan Kakek tua untuk duduk di meja makan dan melayaninya.
Tolstoy dalam Buku karya Robert Coles